Menjauhkan Diri dari Kebencian: Pesan Moral dan Spiritual bagi Masyarakat Tanggamus
![]() |
Foto / Gus Amien Djasuta Tokoh Agama dari Pekon Sinar Banten, Kecamatan Talang Padang, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. |
Oleh: Gus Amien Djasuta.
Tanggamus --Kebencian merupakan emosi negatif yang tidak hanya menimbulkan dampak buruk bagi orang lain, tetapi juga membawa kehancuran bagi diri sendiri. Dalam kehidupan sosial, kebencian bisa memicu permusuhan, merusak hubungan antarindividu, bahkan menyulut konflik berkepanjangan yang sulit dipadamkan.
Dalam perspektif ajaran Islam, kebencian yang tidak terkendali merupakan sifat tercela yang sangat dikecam. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam memberikan peringatan tegas agar manusia menjauhi sifat dan sikap buruk tersebut. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 11, Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)
Ayat ini mengandung pesan moral yang kuat tentang pentingnya menjaga lisan, hati, dan sikap dalam pergaulan sehari-hari. Islam mengajarkan bahwa mencela, menghina, atau menyebarkan kebencian merupakan perbuatan zalim yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan sosial dan ukhuwah (persaudaraan) antarumat manusia.
Dari sudut pandang psikologi, kebencian yang dipelihara dalam waktu lama dapat menimbulkan tekanan mental yang serius. Emosi negatif yang kronis seperti dendam atau kebencian terbukti dapat meningkatkan kadar stres, menyebabkan gangguan tidur, bahkan berisiko menurunkan sistem imun yang pada akhirnya memicu penyakit kronis. Selain itu, seseorang yang terus hidup dalam kebencian akan sulit merasakan empati, keikhlasan, dan kedamaian batin.
Kebencian juga berpotensi menghalangi individu untuk membangun hubungan sosial yang sehat. Dalam masyarakat yang plural seperti di Kabupaten Tanggamus, di mana berbagai latar belakang suku, agama, dan budaya hidup berdampingan, penting sekali untuk menumbuhkan semangat saling menghargai dan toleransi antarwarga. Hanya dengan saling memahami dan menerima perbedaan, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang damai, harmonis, dan produktif.
Di era digital yang serba terbuka ini, kebencian bahkan dapat menyebar lebih cepat melalui media sosial. Kebebasan berpendapat seharusnya disertai dengan tanggung jawab etis dan moral. Ujaran kebencian (hate speech), informasi palsu (hoaks), serta konten provokatif dapat merusak tatanan sosial dan mengikis kepercayaan antaranggota masyarakat.
Pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta semua elemen warga perlu bergandengan tangan untuk menumbuhkan literasi digital yang sehat. Penggunaan media sosial harus diarahkan untuk menyebarkan nilai-nilai positif, dakwah yang santun, serta mempererat persaudaraan.
Dalam sebuah kisah yang diriwayatkan, Imam Al-Asmu’i bertemu dengan seorang lelaki tua berusia 160 tahun yang masih tampak sehat dan bugar. Imam Al-Asmu’i bertanya, “Wahai Tuan, apa rahasia umur panjang dan kesehatanmu yang luar biasa ini?” Lelaki itu menjawab dengan tenang, “Aku tidak pernah membenci siapa pun.” Jawaban sederhana namun penuh makna itu mencerminkan betapa pentingnya menjaga hati dari penyakit kebencian demi kebahagiaan dan keberkahan hidup.
Sebagai insan beriman dan bagian dari masyarakat yang majemuk, kita harus menjadikan kasih sayang, toleransi, dan akhlak mulia sebagai pedoman utama dalam berinteraksi. Menghindari kebencian bukan berarti lemah, tetapi justru mencerminkan kekuatan batin dan kematangan spiritual.
Mari kita bangun Tanggamus sebagai kabupaten yang ramah, inklusif, dan harmonis, dengan menanamkan semangat cinta kasih dalam keluarga, lingkungan, dan masyarakat luas. Ingatlah, kebencian hanya akan membakar jembatan persaudaraan, sementara cinta dan pengertian adalah fondasi utama bagi terciptanya perdamaian yang abadi. (RA)
0 Response to "Menjauhkan Diri dari Kebencian: Pesan Moral dan Spiritual bagi Masyarakat Tanggamus"
Posting Komentar