Klenik di Era Modern: Antara Tradisi, Keyakinan, dan Tantangan Globalisasi
![]() |
Foto Ilustrasi |
Klenik, atau praktik yang berhubungan dengan hal-hal mistis, sudah lama hadir dalam tradisi masyarakat Nusantara. Dari pengobatan alternatif, pencarian keberuntungan, hingga upaya mendapatkan perlindungan diri, praktik ini diwariskan turun-temurun. Banyak yang beranggapan bahwa klenik tidak hanya sekadar ritual, melainkan juga bagian dari identitas budaya.
Dalam perspektif Islam, praktik klenik umumnya dipandang bertentangan dengan ajaran tauhid. Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun tokoh agama menegaskan bahwa umat dianjurkan untuk menjauhi praktik semacam itu, karena dinilai bisa mengarah pada syirik. Meski demikian, sebagian masyarakat tetap melakukannya dengan alasan kebutuhan praktis atau keyakinan pribadi.
Fenomena klenik tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial masyarakat. Di beberapa daerah, keterbatasan akses kesehatan atau ekonomi membuat warga mencari alternatif melalui jalur non-medis. Ada pula yang beranggapan bahwa klenik lebih cepat memberikan solusi dibanding proses formal, meski kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
Masyarakat menilai, keberadaan klenik di era modern menunjukkan kompleksitas kehidupan masyarakat Indonesia. Di satu sisi, globalisasi mendorong rasionalitas dan teknologi, namun di sisi lain, warisan tradisi dan kepercayaan lokal tetap hidup. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang: bagaimana masyarakat bisa menghargai tradisi tanpa mengabaikan nilai agama dan ilmu pengetahuan.
Klenik di Tanggamus maupun daerah lain di Indonesia bukan sekadar fenomena mistis, tetapi cermin dinamika sosial dan budaya. Perbedaan pandangan tentang klenik menjadi bagian dari realitas masyarakat yang majemuk. Pada akhirnya, pilihan kembali pada individu, dengan pertimbangan etika, agama, dan akal sehat. (RA)
0 Response to "Klenik di Era Modern: Antara Tradisi, Keyakinan, dan Tantangan Globalisasi"
Posting Komentar